Sabtu, 23 September 2017

Peninggalan Bersejarah

1. Prasasti Kinawe

Prasasti Tanjung Kalang atau Prasasti Kinawe dari daerah Berbek, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur ini, untuk pertama kalinya dilaporkan oleh Hoepermans dalam Hindoeoudheiden van Java (1864-1867). Selanjutnya dicatat dalam Notulen tahun 1889 dan dibahas oleh Roffaer, dan diberi kode D.66) Rouffaer, 1909). Prasasti yang terdiri dari 13 baris itu, berasal dari tahun saka 849, dikeluarkan oleh seorang Pejabat tinggi Rake Gunungan Dyah Muatan, bersama ibunya yang bernama Dyah Bingah. Di dalamnya juga menyebut nama Raja Wawa, serta nama pejabat tinggi rakriyan Mapatih Mpu Sindok Isana Wikrama. (Brandes, 1913:49). Berdasarkan nama desa yang disebut dalam prasasti, piagam yang dikeluarkan bertepatan dengan tahun Masehi 28 Nopember 928 ini, disebut prasasti Kinawe (Damais, 1952 : 55; 1955 : 53-54).

          Prasasti ini meresmikan desa (wanua) Kinawe watek Kadangan, dengan hak Sima sebagai desa yang dibebaskan dari pembayaran kepada raja. Berdasarkan unsure penanggalannya, prasasti ini dikeluarkan bertepatan dengan hari pekan Sadwara, Warukung (hari ketiga), Wagai hari Pancawara, Wrhaspati hari ke 5 Saptawara. Dapat disimpulkan bahwa Prasasti Kinawe dari desa Tanjungkalang ini dikeluarkan pada hari Kamis Wage tahun 928 Masehi atau secara lengkap bertepatan dengan hari : Kamis Wage bulan November 928.
Prasasti Kinawe


 2. Prasasti Anjuk Ladang 


Prasasti Anjuk Ladang adalah piagam batu berangka tahun 859 Saka (versi L.-C. Damais, 937 M) atau 857 Saka ((versi Brandes, 935 M) yang dikeluarkan oleh Raja Sri Isyana (Pu Sindok) dari Kerajaan Medang setelah pindah ke bagian timur Pulau Jawa. Prasasti ini juga disebut Prasasti Candi Lor karena ditemukan pada reruntuhan Candi Lor, di Desa Candirejo, Loceret, Nganjuk, beberapa kilometer di tenggara kota Nganjuk. Penamaan "Anjukladang" mengacu pada nama tempat yang disebutkan dala prasasti ini dan kemudian dikaitkan dengan asal mula nama Nganjuk sekarang dan prasasti ini menyebut pertama kali toponim tersebut.

Beberapa bagian prasasti ini telah aus sehingga tidak dapat terbaca seluruhnya, terutama pada bagian atas prasasti. Dari beberapa tulisan yang tidak mengalami aus didapatkan keterangan bahwa "Raja Pu Sindok telah memerintahkan agar tanah sawah kakatikan (?) di Anjukladang dijadikan sima dan dipersembahkan kepada bathara di sang hyang prasada kabhaktyan di Sri Jayamerta, dharma dari Samgat Anjukladang".

Menurut J.G. de Casparis, penduduk Desa Anjukladang mendapat anugerah raja dikarenakan telah berjasa membantu pasukan raja di bawah pimpinan Pu Sindok untuk menghalau serangan tentara Malayu (Sumatera) ke Mataram Kuno yang pada saat itu telah bergerak sampai dekat Nganjuk. Atas jasanya yang besar, maka Pu Sindok kemudian diangkat menjadi raja. Selain itu, prasasti ini juga berisi tentang adanya sebuah bangunan suci. Dalam makalahnya yang berjudul Some Notes on Transfer of Capitals in Ancient Sri Lanka and Southeast Asia, de Casparis mengatakan bahwa dalam prasasti itu disebutkan bahwa Raja Pu Sindok mendirikan tugu kemenangan (jayastambha) setelah berhasil menahan serangan raja Malayu, dan pada tahun 937 M, tunggu tersebut digantikan oleh sebuah candi. Kemungkinan besar bangunan suci yang disebutkan dalam prasasti ini adalah bangunan Candi Lor yang terbuat dari bata yang terletak di Desa Candirejo.
Sebagian tulisan pada Prasasti Anjuk Ladang

Kutipan isi prasasti Anjuk Ladang yang menyebutkan hal itu: A. 14 – 15: … parnnaha nikanaÅ‹ lmah uÅ‹wana saÅ‹ hyaÅ‹ prasada atêhêra jaya[sta]mbha wiwit matêwêkniraÅ‹lahakan satru[nira] [haj]ja[n] ri [ma]layu (= di tempat ini [yang telah terpilih] agar menjadi tempat didirikannya bangunan suci, sebagai pengganti tugu kemenangan, [di sanalah] pertamakali menandai saat ia [raja] mengalahkan musuhnya raja dari Malayu).

Prasasti ini sekarang menjadi koleksi Museum Nasional di Jakarta dengan Nomor Inventaris D.59.

Prasasti Anjuk Ladang


 3. prasasti Hering


Prasasti dari desa Kujon Manis, Warujayeng, ini ditemukan dan dilaporkan pertama kali pada tahun 1869. Menurut pembacaan Brandes prasasti ini dikeluarkan oleh raja Sindok pada tahun Saka 859. (Brandes, 1886 : 146 ; 1913 : 89 – 94). Sesuai dengan nama desa yang disebut didalamnya, yaitu Hering watek Marganung, I oleh karena itu prasasti ini juga disebut prasasti Hering.



Berdasarkan unsur penanggalannya, Damais berpendapat prasasti itu dikeluarkan pada tahun Saka 856. Yang bertepatan dengan tanggal 22 Mei 934 masehi atau pada hari Kamis Wage, 22 Mei 934 (Damais, 1952 : 60 – 61 ; 1955 : 182). Di dalam prasasti ini mpu Sindok disebut dengan gelar : Sri Maharaja Mpu Sindok Sri Isanawikrama Dharmmotunggadewa. Gelar itu hanya menyebutkan Sri Maharaja, tanpa tambahan gelar jabatan Rakai Hino, Halu, Srimahamantri dalam prasastinya yang lebih tua maupun dari masa kemudian. (Damais : 19562 : 56 – 63).

Maklumat dalam prasasti ini cukup panjang, terdiri atas 35 baris di bagian muka, di bagian belakang mulai dari baris 11 hingga baris 38, bagian samping kiri 45 baris, dan samping kanan 47 baris. Isinya antara lain tentang jual beli tanah sawah. Juga menyebutkan para saksi yang terdiri dari pejabat kerajaan hifigga pejabat tingkat desa. 
Prasasti Hering



 sumber berita: Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar