Sabtu, 23 September 2017

Kesenian Tradisional

1. Tari Mungdhe


Tari mungdhe adalah salah satu jenis tari yang ada di Nganjuk. Tepatnya tarian ini lahir di dusun Alas Malang desa Babadan Kec. Patianrowo Kab. Nganjuk. Awal dari terciptanya tarian ini adalah para pengikut Pangeran Diponegoro di daerah Yogyakarta melarikan diri ke Jawa Timur karena ada serangan dari Belanda. Maka untuk mengelabuhi para penjajah Belanda dan mengobarkan semangat, maka dibuatlah suatu kesenian yang ditampilkan seperti pengamen keliling untuk menggalang kembali pasukan yang tercerai – berai serta untuk mengintai kegiatan pasukan Belanda. Setahun kemudian kelompok kesenian yang ke -2 menciptakan tarian mungdhe.
Tari Mungdhe


* Tema tarian mungdhe adalah kepahlawanan yang menggambarkan prajurit yang sedang berlatih perang.

* Tokoh- tokoh :
– 2 orang sebagai penari prajurit
– 2 orang sebagai pembawa bendera
– 2 orang sebagai botoh
– 6 orang sebagai penabuh.

* alat musik yang digunakan :
– kemung
– bendhe
– kecer
– drodag
– ketipung
– jur.

2. Tari Tayub

Nganjuk – Kabupaten Nganjuk memiliki banyak kesenian tradisional. Secara turun-temurun, produk-produk warisan leluhur itu telah melekat dan menjadi identitas masyarakatnya yang bercorak Jawa-agraris.

Salah satu contoh kesenian tradisional Nganjuk adalah tari tayub. Seni ini begitu dikenal di seluruh pelosok desa. Sampai-sampai, setiap tahun digelar ritual rutin wisuda waranggono (calon penari tayub wanita) yang biasa disebut Gembyangan Waranggana. Prosesi upacaranya selalu digelar di Dusun Ngrajek, Desa Sambirejo, Kecamatan Tanjunganom.

Tayub sendiri adalah bentuk tarian yang dilakukan oleh para penari secara bersama-sama, dengan iringan gending yang juga melibatkan penonton di dalamnya. Pada mulanya, tarian ini dimaksudkan untuk menyambut kedatangan tamu penting atau pemimpin yang dihormati oleh masyarakat setempat.  Penari menyerahkan sebuah sampur atau selendang di leher tamu, untuk kemudian ikut menari dalam iringan gending.
 
Tari Tayub
Pemerintah setempat melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar)-nya juga berupaya secara terus-menerus menghidupkan warisan budaya leluhur tersebut. Yakni, dengan menggelar festival tayub tahunan. Yang terbaru, festivalnya digelar di Kecamatan Ngluyu pada pertengahan 2016 lalu. Meskipun pesertanya belum mewakili seluruh desa dan kecamatan, namun setidaknya bisa mewadahi para penggiat dan penikmat seni tayub di Kota Angin. “Memang masih terbatas, ke depan kita upayakan untuk bisa digelar lebih luas lagi,” ujar Gondo Hariyono, Sekretaris Disbudpar Nganjuk yang menghadiri festivalnya saat itu.

Gondo menyadari, tantangan terberat seni tradisional saat ini adalah gempuran budaya asing dan seni modern. Terlebih, untuk mewariskannya kepada generasi muda yang sudah banyak terpapar informasi budaya dan teknologi dari luar.

Karena itu, saat ini pihaknya berencana menggelar festival serupa dengan level peserta dan gaung yang lebih besar. “Yang bisa diikuti seluruh kecamatan di Kabupaten Nganjuk,” ujar Gondo. Selain itu, jika memungkinkan, Disbudpar Nganjuk juga akan menggelar festival tayub untuk para pelajar. “Sehingga seni tayub benar-benar bisa memasyakarat lagi, dan tidak kalah tergerus budaya asing,” pungkasnya.(ab)
(Panji Lanang Satriadin)

 3. Tari Salipuk


Tari Salipuk adalah tarian asli dari kota Nganjuk, tarian ini ditarikan oleh sepasang muda mudi yang berarti tarian pergaulan Tari Salipuk adalah pengembangan dari Tari Tayub yang sebelumnya sudah ada di Nganjuk, Tari ini sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda yang berawal dari pengamen yang bernama Salipuk, pekerjaan setiap hari adalah berkeliling kampung untuk menghibur orang sambil membawa kendang. Orang-orang sangat menyukai hiburan yang diberikan oleh Salipuk, sehingga dia sering dipanggil ke kampung-kampung untuk menghibur orang. 

Tari Salipuk

Lalu dia akhirnya mengembangkannya menjadi tari yang berpasangan. Sampai saat ini tari Salipuk masih banyak ditarikan pada acara-acara tertentu seperti acara resmi, acara perkawinan atau pada saat upacara adat. Meskipun tarian ini hanya melibatkan dua orang, tetapi atraksi tari ini membutuhkan tempat yang luas karena gerakannya sangat dinamis dan penarinya harus berlari kesana-kemari. Tari Salipuk menggunakan iringan musik tradisional Jawa dengan tembang khusus yang liriknya sesuai dengan jalan cerita tarian.

4. Wayang Timplong

Timplong adalah sebuah istilah yang terdapat di daerah Nganjuk. Masyarakat setempat menggunakannya untuk menyebut suatu jenis wayang kayu yang menggunakan cerita Panji sebagai sumber lakonnya. Tradisi pementasan wayang kayu tersebut telah berlangsung secara turun-temurun dan secara damai berdampingan dengan tradisi wayang kulit.

Hingga kini belum diketahui secara pasti kapan kesenian ini diciptakan. Berdasarkan kenyataan bahwa Nganjuk memiliki sejarah yang cukup tua, upaya untuk mengetahui asal-usul Wayang Timplong akan terkait erat dengan perjalanan sejarah kota Nganjuk. Hal itu dibutuhkan untuk menghadirkan peluang-peluang interpretasi demi tercapaianya pemahaman tentang jenis wayang ini.
 
Wayang Timplong

Ihwal penamaan Timplong belum diketahui hingga saat ini. Namun demikian penduduk setempat menyatakan bahwa mereka menduga istilah tersebut dipilih untuk menamai wayang kayu yang dimaksud, karena mengacu pada bunyi gambang bambu yang merupakan unsur melodis paling dominan dalam Iringan Timplong. Keterangan ini cukup masuk akal karena dalang-dalang Timplong umumnya juga berpendapat demikian. Jika suara gambang bambu yang diunakan dalam iringan Wayang Timplong diperhatikan, maka yang terdengar adalah bunyi ‘plong…plong…plong”

Ihwal penciptaan Wayang Timplong dimulai oleh Eyang Sariguna yang diyakini merupakan dalang Wayang Timplong pertama. Ia merupakan sorang prajurit Mataram yang pindah dari daerah Grobogan.
Menurut perkiraan, kedatangan Sariguna di Nganjuk terjadi pada sekitar pertengahan abad ke 18 hingga awal abad ke 19. Penciptaan Wayang Timplong oleh Eyang Sariguna dilakukan karena bahan yang mudah didapatkan untuk membuat wayang di daerah Nganjuk adalah kayu.

Wayang Timplong menggunakan iringan berlaras pelog dan cerita pokok yang digunakan adalah Cerita Panji.
 


1 komentar: